Jumat, 01 April 2011

tugas KMB III ke 8

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN SINDROM NEFROTIK

KONSEP DASAR
1. Pengertian
Sindrom nefrotik adalah kumpulan gejala klinis yang timbul dari kehilangan protein karena kerusakan glomerulus yang difus. (Luckmans, 1996 : 953).
Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbuminemia dan hiperkolesterolemia kadang-kadang terdapat hematuria, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal. (Ngastiyah, 1997).
2. Anatomi fisiologi
a. Anatomi
ginjal

Ginjal merupakan salah satu bagian saluran kemih yang terletak retroperitoneal dengan panjang lebih kurang 11-12 cm, disamping kiri kanan vertebra.
Pada umumnya, ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri oleh karena adanya hepar dan lebih dekat ke garis tengah tubuh. Batas atas ginjal kiri setinggi batas atas vertebra thorakalis XII dan batas bawah ginjal setinggi batas bawah vertebra lumbalis III.
Pada fetus dan infan, ginjal berlobulasi. Makin bertambah umur, lobulasi makin kurang sehingga waktu dewasa menghilang.
Parenkim ginjal terdiri atas korteks dan medula. Medula terdiri atas piramid-piramid yang berjumlah kira-kira 8-18 buah, rata-rata 12 buah. Tiap-tiap piramid dipisahkan oleh kolumna bertini. Dasar piramid ini ditutup oleh korteks, sedang puncaknya (papilla marginalis) menonjol ke dalam kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu menjadi kaliks mayor yang berjumlah 2 atau 3 ditiap ginjal. Kaliks mayor/minor ini bersatu menjadi pelvis renalis dan di pelvis renalis inilah keluar ureter.
Korteks sendiri terdiri atas glomeruli dan tubili, sedangkan pada medula hanya terdapat tubuli. Glomeruli dari tubuli ini akan membentuk Nefron. Satu unit nefron terdiri dari glomerolus, tubulus proksimal, loop of henle, tubulus distal (kadang-kadang dimasukkan pula duktus koligentes). Tiap ginjal mempunyai lebih kurang 1,5-2 juta nefron berarti pula lebih kurang 1,5-2 juta glomeruli.
Pembentukan urin dimulai dari glomerulus, dimana pada glomerulus ini filtrat dimulai, filtrat adalah isoosmotic dengan plasma pada angka 285 mosmol. Pada akhir tubulus proksimal 80 % filtrat telah di absorbsi meskipun konsentrasinya masih tetap sebesar 285 mosmol. Saat infiltrat bergerak ke bawah melalui bagian desenden lengkung henle, konsentrasi filtrat bergerak ke atas melalui bagian asenden, konsentrasi makin lama makin encer sehingga akhirnya menjadi hipoosmotik pada ujung atas lengkung. Saat filtrat bergerak sepanjang tubulus distal, filtrat menjadi semakin pekat sehingga akhirnya isoosmotic dengan plasma darah pada ujung duktus pengumpul. Ketika filtrat bergerak turun melalui duktus pengumpul sekali lagi konsentrasi filtrat meningkat pada akhir duktus pengumpul, sekitar 99% air sudah direabsorbsi dan hanya sekitar 1% yang diekskresi sebagai urin atau kemih (Price,2001 : 785).

2. Etiologi
Sebab penyakit sindrom nefrotik yang pasti belum diketahui, akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit autoimun. Jadi merupakan suatu reaksi antigen-antibodi. Umumnya para ahli membagi etiologinya menjadi:
1. Sindrom nefrotik bawaan
Diturunkan sebagai resesif autosomal atau karena reaksi maternofetal. Gejalanya adalah edema pada masa neonatus. Sindrom nefrotik jenis ini resisten terhadap semua pengobatan. Salah satu cara yang bisa dilakukan adalah pencangkokan ginjal pada masa neonatus namun tidak berhasil. Prognosis buruk dan biasanya penderita meninggal dalam bulan-bulan pertama kehidupannya.
2. Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh:
1. Malaria kuartana atau parasit lain.
2. Penyakit kolagen seperti lupus eritematosus diseminata, purpura anafilaktoid.
3. Glumeronefritis akut atau glumeronefritis kronis, trombisis vena renalis.
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, sengatan lebah, racun oak, air raksa.
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, hiperprolinemia, nefritis membranoproliferatif hipokomplementemik.
2. Sindrom nefrotik idiopatik ( tidak diketahui sebabnya )
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan pemeriksaan mikroskop biasa dan mikroskop elektron, Churg dkk membagi dalam 4 golongan yaitu: kelainan minimal,nefropati membranosa, glumerulonefritis proliferatif dan glomerulosklerosis fokal segmental.

b. Fisiologi ginjal
Telah diketahui bahwa ginjal berfungsi sebagai salah satu alat ekskresi yang sangat penting melalui ultrafiltrat yang terbentuk dalam glomerulus. Terbentuknya ultrafiltrat ini sangat dipengaruhi oleh sirkulasi ginjal yang mendapat darah 20% dari seluruh cardiac output.
a). Faal glomerolus
Fungsi terpenting dari glomerolus adalah membentuk ultrafiltrat yang dapat masuk ke tubulus akibat tekanan hidrostatik kapiler yang lebih besar dibanding tekanan hidrostatik intra kapiler dan tekanan koloid osmotik. Volume ultrafiltrat tiap menit per luas permukaan tubuh disebut glomerula filtration rate (GFR). GFR normal dewasa : 120 cc/menit/1,73 m2 (luas pemukaan tubuh). GFR normal umur 2-12 tahun : 30-90 cc/menit/luas permukaan tubuh anak.
b). Faal Tubulus
Fungsi utama dari tubulus adalah melakukan reabsorbsi dan sekresi dari zat-zat yang ada dalam ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Sebagaimana diketahui, GFR : 120 ml/menit/1,73 m2, sedangkan yang direabsorbsi hanya 100 ml/menit, sehingga yang diekskresi hanya 1 ml/menit dalam bentuk urin atau dalam sehari 1440 ml (urin dewasa).
Pada anak-anak jumlah urin dalam 24 jam lebih kurang dan sesuai dengan umur :
• 1-2 hari : 30-60 ml
• 3-10 hari : 100-300 ml
• 10 hari-2 bulan : 250-450 ml
• 2 bulan-1 tahun : 400-500 ml
• 1-3 tahun : 500-600 ml
• 3-5 tahun : 600-700 ml
• 5-8 tahun : 650-800 ml
• 8-14 tahun : 800-1400 ml

c). Faal Tubulus Proksimal
Tubulus proksimal merupakan bagian nefron yang paling banyak melakukan reabsorbsi yaitu ± 60-80 % dari ultrafiltrat yang terbentuk di glomerolus. Zat-zat yang direabsorbsi adalah protein, asam amino dan glukosa yang direabsorbsi sempurna. Begitu pula dengan elektrolit (Na, K, Cl, Bikarbonat), endogenus organic ion (citrat, malat, asam karbonat), H2O dan urea. Zat-zat yang diekskresi asam dan basa organik.
4)Faal loop of henle
Loop of henle yang terdiri atas decending thick limb, thin limb dan ascending thick limb itu berfungsi untuk membuat cairan intratubuler lebih hipotonik.
5)Faal tubulus distalis dan duktus koligentes
Mengatur keseimbangan asam basa dan keseimbangan elektrolit dengan cara reabsorbsi Na dan H2O dan ekskresi Na, K, Amonium dan ion hidrogen. (Rauf, 2002 : 4-5).

3. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang muncul pada anak yang mengalami Sindrom nefrotik adalah:
1. Oedem umum ( anasarka ), terutama jelas pada muka dan jaringan periorbital.
2. Proteinuria dan albuminemia.
3. Hipoproteinemi dan albuminemia.
4. Hiperlipidemi khususnya hipercholedterolemi.
5. Lipid uria.
6. Mual, anoreksia, diare.
7. Anemia, pasien mengalami edema paru.
4. Klasifikasi
Whaley dan Wong (1999 : 1385) membagi tipe-tipe sindrom nefrotik:
1. Sindrom Nefrotik Lesi Minimal ( MCNS : minimal change nephrotic syndrome).
Kondisi yang sering menyebabkan sindrom nefrotik pada anak usia sekolah. Anak dengan sindrom nefrotik ini, pada biopsi ginjalnya terlihat hampir normal bila dilihat dengan mikroskop cahaya.
2. Sindrom Nefrotik Sekunder
Terjadi selama perjalanan penyakit vaskuler seperti lupus eritematosus sistemik, purpura anafilaktik, glomerulonefritis, infeksi system endokarditis, bakterialis dan neoplasma limfoproliferatif.
3. Sindrom Nefrotik Kongenital
Factor herediter sindrom nefrotik disebabkan oleh gen resesif autosomal. Bayi yang terkena sindrom nefrotik, usia gestasinya pendek dan gejala awalnya adalah edema dan proteinuria. Penyakit ini resisten terhadap semua pengobatan dan kematian dapat terjadi pada tahun-yahun pertama kehidupan bayi jika tidak dilakukan dialysis.
5. Patofisiologi
Kelainan yang terjadi pada sindrom nefrotik yang paling utama adalah proteinuria sedangkan yang lain dianggap sebagai manifestasi sekunder. Kelainan ini disebabkan oleh karena kenaikan permeabilitas dinding kapiler glomerulus yang sebabnya belum diketahui yang terkait dengan hilannya muatan negative gliko protein dalam dinding kapiler. Pada sindrom nefrotik keluarnya protein terdiri atas campuran albumin dan protein yang sebelumnya terjadi filtrasi protein didalam tubulus terlalu banyak akibat dari kebocoran glomerolus dan akhirnya diekskresikan dalam urin. (Husein A Latas, 2002 : 383).
Pada sindrom nefrotik protein hilang lebih dari 2 gram perhari yang terutama terdiri dari albumin yang mengakibatkan hipoalbuminemia, pada umumnya edema muncul bila kadar albumin serum turun dibawah 2,5 gram/dl. Mekanisme edema belum diketahui secara fisiologi tetapi kemungkinan edema terjadi karena penurunan tekanan onkotik/ osmotic intravaskuler yang memungkinkan cairan menembus keruang intertisial, hal ini disebabkan oleh karena hipoalbuminemia. Keluarnya cairan keruang intertisial menyebabkan edema yang diakibatkan pergeseran cairan. (Silvia A Price, 1995: 833).
Akibat dari pergeseran cairan ini volume plasma total dan volume darah arteri menurun dibandingkan dengan volume sirkulasi efektif, sehingga mengakibatkan penurunan volume intravaskuler yang mengakibatkan menurunnya tekanan perfusi ginjal. Hal ini mengaktifkan system rennin angiotensin yang akan meningkatkan konstriksi pembuluh darah dan juga akan mengakibatkan rangsangan pada reseptor volume atrium yang akan merangsang peningkatan aldosteron yang merangsang reabsorbsi natrium ditubulus distal dan merangsang pelepasan hormone anti diuretic yang meningkatkan reabsorbsi air dalam duktus kolektifus. Hal ini mengakibatkan peningkatan volume plasma tetapi karena onkotik plasma berkurang natrium dan air yang direabsorbsi akan memperberat edema. (Husein A Latas, 2002: 383).
Stimulasi renis angiotensin, aktivasi aldosteron dan anti diuretic hormone akan mengaktifasi terjadinya hipertensi. Pada sindrom nefrotik kadar kolesterol, trigliserid, dan lipoprotein serum meningkat yang disebabkan oleh hipoproteinemia yang merangsang sintesis protein menyeluruh dalam hati, dan terjadinya katabolisme lemak yang menurun karena penurunan kadar lipoprotein lipase plasma. Hal ini dapat menyebabkan arteriosclerosis. (Husein A Latas, 2002: 383).


6. Pathways
idiopatik
Reaksi auto imun
Penyakit sekunder
Tekanan hidrostatik
Tekanan
Osmotic plasma
Transudasi air dan elektrolit ke ruang intertisiil
edema
Sel terjepit
Gangguan metabolisme sel
Stimulasi jaringan tubuler
kelelahan
Intoleransi
aktivitas
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi duktus kolektifus
Aktivasi mekanisme renin angiotensin
Stimulasi jaringan tubuler
Stimulasi duktus kolektifus
Kontriksi pembuluh darah
Reabsorbsi Na
Reabsorbsi
air
oliguri
hipertesi
Edema anasarka
immobilitas
Penekanan lama pada tubuh
Gg. Integritas kulit
bedrest
Sulit bergerak
Perubahan penampilan
Intoleransi aktivitas
Gg. Body image
Retensi cairan diseluruh tubuh
Kelebihan volume cairan
Paru-paru
Ekspansi dada dan paru
Ventilasi tidak adekuat
Sesak nafas
Perubahan pola nafas
Abdomen
Menekan gaster
Mual, muntah
anoreksia
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
Edema disaluran pencernaan
usus
Absorbsi tidak adekuat
Gg. Pola eliminasi diare
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
1. Urine
Volume biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (fase oliguria). Warna urine kotor, sediment kecoklatan menunjukkan adanya darah, hemoglobin, mioglobin, porfirin.
2. Darah
Hemoglobin menurun karena adanya anemia. Hematokrit menurun. Natrium biasanya meningkat, tetapi dapat bervariasi. Kalium meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan perpindahan seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis sel darah merah). Klorida, fsfat dan magnesium meningkat. Albumin <>
2. Biosi ginjal dilakukan untuk memperkuat diagnosa.
8. Penatalaksanan
1. Diperlukan tirah baring selama masa edema parah yang menimbulkan keadaan tidak berdaya dan selama infeksi yang interkuten. Juga dianjurkan untuk mempertahankan tirah baring selama diuresis jika terdapat kehilangan berat badan yang cepat.
2. Diit. Pada beberapa unit masukan cairan dikurangi menjadi 900 sampai 1200 ml/ hari dan masukan natrium dibatasi menjadi 2 gram/ hari. Jika telah terjadi diuresis dan edema menghilang, pembatasan ini dapat dihilangkan. Usahakan masukan protein yang seimbang dalam usaha memperkecil keseimbangan negatif nitrogen yang persisten dan kehabisan jaringan yang timbul akibat kehilangan protein. Diit harus mengandung 2-3 gram protein/ kg berat badan/ hari. Anak yang mengalami anoreksia akan memerlukan bujukan untuk menjamin masukan yang adekuat.
3. Perawatan kulit. Edema masif merupakan masalah dalam perawatan kulit. Trauma terhadap kulit dengan pemakaian kantong urin yang sering, plester atau verban harus dikurangi sampai minimum. Kantong urin dan plester harus diangkat dengan lembut, menggunakan pelarut dan bukan dengan cara mengelupaskan. Daerah popok harus dijaga tetap bersih dan kering dan scrotum harus disokong dengan popok yang tidak menimbulkan kontriksi, hindarkan menggosok kulit.
4. Perawatan mata. Tidak jarang mata anak tertutup akibat edema kelopak mata dan untuk mencegah alis mata yang melekat, mereka harus diswab dengan air hangat.
5. Kemoterapi:
• Prednisolon digunakan secra luas. Merupakan kortokisteroid yang mempunyai efek samping minimal. Dosis dikurangi setiap 10 hari hingga dosis pemeliharaan sebesar 5 mg diberikan dua kali sehari. Diuresis umumnya sering terjadi dengan cepat dan obat dihentikan setelah 6-10 minggu. Jika obat dilanjutkan atau diperpanjang, efek samping dapat terjadi meliputi terhentinya pertumbuhan, osteoporosis, ulkus peptikum, diabeters mellitus, konvulsi dan hipertensi.
• Jika terjadi resisten steroid dapat diterapi dengan diuretika untuk mengangkat cairan berlebihan, misalnya obat-abatan spironolakton dan sitotoksik ( imunosupresif ). Pemilihan obat-obatan ini didasarkan pada dugaan imunologis dari keadaan penyakit. Ini termasuk obat-obatan seperti 6-merkaptopurin dan siklofosfamid.
1. Penatalaksanaan krisis hipovolemik. Anak akan mengeluh nyeri abdomen dan mungkin juga muntah dan pingsan. Terapinya dengan memberikan infus plasma intravena. Monitor nadi dan tekanan darah.
2. Pencegahan infeksi. Anak yang mengalami sindrom nefrotik cenderung mengalami infeksi dengan pneumokokus kendatipun infeksi virus juga merupakan hal yang menganggu pada anak dengan steroid dan siklofosfamid.
3. Perawatan spesifik meliputi: mempertahankan grafik cairan yang tepat, penimbnagan harian, pencatatan tekanan darah dan pencegahan dekubitus.
4. Dukungan bagi orang tua dan anak. Orang tua dan anak sering kali tergangu dengan penampilan anak. Pengertian akan perasan ini merupakan hal yang penting. Penyakit ini menimbulkan tegangan yang berta pada keluarga dengan masa remisi, eksaserbasi dan masuk rumah sakit secara periodik. Kondisi ini harus diterangkan pada orang tua sehingga mereka mereka dapat mengerti perjalanan penyakit ini. Keadaan depresi dan frustasi akan timbul pada mereka karena mengalami relaps yang memaksa perawatan di rumahn sakit.
II. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
 Lakukan pengkajian fisik, termasuk pengkajian luasnya edema.
 Kaji riwayat kesehatan, khususnya yang berhubungan dengan adanya peningkatan berat badan dan kegagalan fungsi ginjal.
 Observasi adanya manifestasi dari Sindrom nefrotik : Kenaikan berat badan, edema, bengkak pada wajah ( khususnya di sekitar mata yang timbul pada saat bangun pagi , berkurang di siang hari ), pembengkakan abdomen (asites), kesulitan nafas ( efusi pleura ), pucat pada kulit, mudah lelah, perubahan pada urin ( peningkatan volum, urin berbusa ).
 Pengkajian diagnostik meliputi meliputi analisa urin untuk protein, dan sel darah merah, analisa darah untuk serum protein ( total albumin/globulin ratio, kolesterol ) jumlah darah, serum sodium.
2. Prioritas Diagnosa Keperawatan
• Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
• Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
• Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
• Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif (Carpenito, 1999:204).
• Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
• Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
• Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
• Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
3. Perencanaan Keperawatan
Kelebihan volume cairan b. d. penurunan tekanan osmotic plasma. ( Wong, Donna L, 2004 : 550)
Tujuan: tidak terjadi akumulasi cairan dan dapat mempertahankan keseimbangan intake dan output.
KH: menunjukkan keseimbangan dan haluaran, tidak terjadi peningkatan berat badan, tidak terjadi edema.
Intervensi:
• Pantau, ukur dan catat intake dan output cairan
• Observasi perubahan edema
• Batasi intake garam
• Ukur lingkar perut
• timbang berat badan setiap hari
Perubahan pola nafas b.d. penurunan ekspansi paru.(Doengoes, 2000: 177)
kolaborasi pemberian obat-obatan sesuai program dan monitor efeknya
Tujuan: Pola nafas adekuat
KH: frekuensi dan kedalaman nafas dalam batas normal
Intervensi:
1. auskultasi bidang paru
2. pantau adanya gangguan bunyi nafas
3. berikan posisi semi fowler
4. observasi tanda-tanda vital
5. kolaborasi pemberian obat diuretik

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. anoreksia. (Carpenito,1999: 204)
Tujuan: kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH: tidak terjadi mual dan muntah, menunjukkan masukan yang adekuat, mempertahankan berat badan
Intervensi:
1. tanyakan makanan kesukaan pasien
2. anjurkan keluarga untuk mrndampingi anak pada saat makan
3. pantau adanya mual dan muntah
4. bantu pasien untuk makan
5. berikan makanan sedikit tapi sering
6. berikan informasi pada keluarga tentang diet klien

Resti infeksi b.d. menurunnya imunitas, prosedur invasif. (Carpenito, 1999:204).
Tujuan: tidak terjadi infeksi
KH: tidak terdapat tanda-tanda infeksi, tanda-tanda vitl dalam batas normal, leukosit dalam batas normal.
Intervensi:
1. cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan
2. pantau adanya tanda-tanda infeksi
3. lakukan perawatan pada daerah yang dilakukan prosedur invasif
4. anjurkan keluarga untuk mrnjaga kebersihan pasien
5. kolaborasi pemberian antibiotik

Intoleransi aktivitas b.d. kelelahan. (Wong, Donna L, 2004:550)
Tujuan: pasien dapat mentolerir aktivitas dan mrnghemat energi
KH: menunjukkan kemampuan aktivitas sesuai dengan kemampuan, mendemonstrasikan peningkatan toleransi aktivitas
Intervensi:
1. pantau tingkat kemampuan pasien dalan beraktivitas
2. rencanakan dan sediakan aktivitas secara bertahap
3. anjurkan keluarga untuk membantu aktivitas pasien
4. berikan informasi pentingnya aktivitas bagi pasien

Gangguan integritas kulit b.d. immobilitas.(Wong,Donna,2004:550)
Tujuan: tidak terjadi kerusakan integritas kulit
KH: integritas kulit terpelihara, tidak terjadi kerusakan kulit
Intervensi:
1. inspeksi seluruh permukaan kulit dari kerusakan kulit dan iritasi
2. berikan bedak/ talk untuk melindungi kulit
3. ubah posisi tidur setiap 4 jam
4. gunakan alas yang lunak untuk mengurangi penekanan pada kulit.
7. Gangguan body image b.d. perubahan penampilan. (Wong, Donna, 2004:553).
Tujuan: tidak terjadi gangguan boby image
KH: menytakan penerimaan situasi diri, memasukkan perubahan konsep diri tanpa harga diri negatif
Intervensi:
1. gali perasaan dan perhatian anak terhadap penampilannya
2. dukung sosialisasi dengan orang-orang yang tidak terkena infeksi
3. berikan umpan balik posotif terhadap perasaan anak
8. Gangguan pola eliminasi:diare b.d. mal absorbsi.
Tujuan: tidak terjadi diare
KH: pola fungsi usus normal, mengeluarkan feses lunak
Intervensi:
1. observasi frekuensi, karakteristik dan warna feses
2. identifikasi makanan yang menyebabkan diare pada pasien
3. berikan makanan yang mudah diserap dan tinggi serap.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2003. Medical Surgical Nursing (Perawatan Medikal Bedah), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta : EGC.
Carpenito, L. J.1999. Hand Book of Nursing (Buku Saku Diagnosa Keperawatan), alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyinn E, Mary Frances Moorhouse. 2000. Nursing Care Plan: Guidelines for Planning and Documenting Patient Care (Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien), alih bahasa: I Made Kariasa. Jakarta: EGC.
Donna L, Wong. 2004. Pedoman Klinis Keperawatan Anak, alih bahasa: Monica Ester. Jakarta: EGC.
Husein A Latas. 2002. Buku Ajar Nefrologi. Jakarta: EGC.


Di posting Oleh : indri juliani_2a_09015 kelompok 3
AKPER PEMDA GARUT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar